Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2021/PN Gns WIRATNO BIN SAPAR Polres Lampung Tengah Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 04 Okt. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2021/PN Gns
Tanggal Surat Senin, 04 Okt. 2021
Nomor Surat 04
Pemohon
NoNama
1WIRATNO BIN SAPAR
Termohon
NoNama
1Polres Lampung Tengah
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Gunung Sugih, 27 September 2021

 

Kepada Yth,

Ketua Pengadilan Negeri Gunung Sugih

Di_

      Gunung Sugih

 

 

Perihal : Permohonan Praperadilan

Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami yang bertandatangan di bawah ini :

M. OCKY SANI, S.H., M.H. dan F. ARYA SENA RADIKA, S.H., Keduanya merupakan Advokat dan Konsultan Hukum Pada Kantor Hukum “M. OCKY SANI, S.H.,M.H. & PARTNERS”  berkedudukan di Jalan Jendral Sudirman, Gg. Perjuangan, No. 72, Kelurahan Kota Gapura, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Hp. 082378259616, Email : Muhammad.ockysani@gmail.com.

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 27 September 2021 (Terlampir), baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama :

  • WIRATNO Bin SAPAR, Tempat/Tanggal Lahir, Medan, 13 Juli 1959, Jenis kelamin Laki-Laki, Agama Islam, Pekerjaan Swasta, Kewarganegaraan Indonesia  Alamat  Jl. Bajak II Gg. Langgar Hajrjosari II medan amplas. Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON.----------------------------------------------------------------------------------

 

——————————–M E L A W A N——————————–

PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, Cq. KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA, Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG, Cq. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LAMPUNG TENGAH, Cq. SATLANTAS KEPOLISIAN RESOR LAMPUNG TENGAH, yang berkedudukan di Jalan Negara No. 1 Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.  selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.------------------------------------------------------------

Dengan ini hendak mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Dugaan Tindak Pidana “Kecelakaan Lalu lintas karena lalainya mengakibatkan orang lain meninggal dunia” sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  Jo pasal 121 ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. oleh Satuan Lalu lintas Polres Lampung Tengah. Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

 

 

 

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

 

  1. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  1. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan

 

 

 

 

perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

 

  1. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
    1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
    2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
    3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
    4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
    5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
    6. Dan lain sebagainya
  2. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

  1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
    • [dst]
    • [dst]
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

 

 

  1. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

 

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. FAKTA HUKUM
  1. Bahwa Pemohon (WIRATNO Bin Sapar) telah ditetapkan sebagai tersangka dan di lakukan penahanan di rumah tahanan Negara Kepolisian Resor Lampung Tengah sejak tanggal 23 Agustus 2021 sampai dengan saat ini karena diduga melakukan tindak pidana “Kecelakaan Lalu lintas karena lalainya mengakibatkan orang lain meninggal dunia” sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  Jo pasal 121 ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan oleh Satuan Lalu Lintas Polres Lampung Tengah. Dengan fakta-fakta hukum sebagai berikut :
    1. Bahwa pada hari minggu tanggal 25 Juli 2021, sekira pukul 04.30 Wib dijalan tol trans sumatera KM 153.800 Gunung Batin, Kabupaten Lampung Tengah, mobil bus ALS dengan Nopol BK 7583 DK yang di kendarai oleh Pemohon mengalami kerusakan mesin mendadak sehingga menyebabkan mobil dalam keadaan mengunci dan tidak bisa bergerak. Kemudian kenek mobil bus ALS yang bernama  Zulfahmi Hutasuhut (Alm) turun dan mengecek kendaraan bus tersebut, dikarenakan dalam kondisi darurat kemudian datang mobil Colt diesel Nopol BA 9203 QO menabrak bagian belakang bus sehingga menyebabkan kenek bus tersebut Meninggal Dunia.
    2. Bahwa sampai dengan diajukannya Permohonan Praperadilan ini, Sopir mobil Colt diesel Nopol BA 9203 QO tidak ditetapkan sebagai tersangka maupun ditahan di Rumah Tahanan Negara Polres Lampung Tengah.

 

  1. ANALISIS YURIDIS

 

  1. TIDAK SAH NYA PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA

 

  1. Bahwa  tindakan yang dilakukan oleh TERMOHON  kepada PEMOHON yang telah ditetapkan sebagai Tersangka dan telah ditahan dirumah tahanan negara Polres Lampung Tengah oleh TERMOHON, adalah tindakan sewenang-wenang dari TERMOHON dengan tidak diberikannya surat Perintah Penyidikan baik terhadap tersangka maupun keluarga tersangka. Dengan demikian jelas tindakan Termohon menahan tersangka tanpa ditetapkannya pemohon sebagai tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

 

 

 

 

 

 

 

  1. Bahwa sebagaimana diakui oleh PEMOHON, bahwa penetapan tersangka atas diri PEMOHON baru diketahui oleh PEMOHON pada saat dilakukan upaya Penahan oleh TERMOHON berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Sp.Han/2/VIII/2021/Lantas tanggal 23 Agustus 2021, Bahwa apabila mengacu kepada surat perintah Penahanan tersebut, tidak pernah ada baik Pemohon maupun keluarga Pemohon yang menerima surat perintah penyidikan kepada Pemohon.

 

  1. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyidikan Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya atau diberikanya  surat perintah penyidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpa surat perintah penyidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

 

 

  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

 

 

  1. Indonesia adalah Negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innocence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.

 

  1. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.

Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Menurut Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi,

 

 

 

berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’

 

  1. Bahwa dalam Hukum Administrasi Negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

 

  1. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

– dibuat sesuai prosedur; dan

– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.

  1. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  • “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
  • Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

 

 

 

 

 

 

  1. Bahwa Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon adalah semata-mata hanya untuk kepentingan Termohon yang diduga telah melakukan tindakan Diskriminatif atau sewenang-wenang tanpa menetapkan sopir mobil colt diesel Nopol BA 9203 QO sebagai tersangka yang nyata-nyata dan sangat jelas menabrakan dan membuat ZULFAHMI HUTASUHUT meninggal dunia.

 

  1. Bahwa tindakan yang dilakukan Termohon diduga telah melakukan kesewenangan dan diskriminatif terhadap Pemohon sangatlah jelas bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Vide pasal 8 ayat 1 dan 2).

 

  1. Bahwa tindakan upaya Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON  kepada PEMOHON yang telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON, adalah tindakan sewenang-wenang dari TERMOHON, seharusnya TERMOHON terlebih dahulu menetapkan sopir mobil colt diesel Nopol BA 9203 QO sebagai Tersangka Atas tindakan tersebut TERMOHON telah melakukan tindakan diskriminatif terhadap Pemohon.

 

  1. Dengan demikian dengan tidak ditetapkannya sopir mobil colt diesel Nopol BA 9203 QO sebagai tersangka oleh TERMOHON, Maka dengan demikian tindakan Termohon kepada Pemohon merupakan tindakan yang sewenang-wenang yang tentunya bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Maka sudah sepatutnya Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon harus dibatalkan.

 

  1. Dengan demikian kegiatan penyidikan Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diberikannya surat perintah penyidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

 

  1. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

 

III. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana “Kecelakaan Lalu lintas karena lalainya mengakibatkan orang lain meninggal dunia” sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat 4 Kitab Undang -

 

 

Undang Hukum Pidana  Jo pasal 121 ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Lampung Tengah adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
  2. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  3. Memerintahkan kepada Termohon untuk membebaskan Pemohon dari Rumah Tahanan Negara segera setelah dibacakan Putusan ini;
  4. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

 

PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotabumi yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotabumi yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Hormat Kami

KUASA HUKUM

WIRATNO Bin SAPAR

 

 

 

M. OCKY SANI, S.H., M.H.  F. ARYA SENA RADIKA, S.H.

 

Pihak Dipublikasikan Ya